PSIKOTERAPI
Tugas 2 (SOFTSKILL)
Tugas 2 (SOFTSKILL)
Kelas : 3PA17
Nama Anggota
Kelompok :
Asrida
Farahmawati (1D514127)
Natasya Aristyani Zega (17514831)
Rekha Amallia Gusman (19514017)
Venta Oktavia Tilukay (1A514990)
Natasya Aristyani Zega (17514831)
Rekha Amallia Gusman (19514017)
Venta Oktavia Tilukay (1A514990)
Mengapa psikoterapi
dalam psikoanalisis menganalisa psikopatologi berdasarkan perkembangan
psikoseksual ?
Sebelum kta membahas
lebih lanjut. Ada lebih baiknya kita tahu apa yang dimaksud dengan Psikoterapi,
dan Psikoanalisis.
·
- Psikoterapi
Psikoterapi
Dilihat secara etimologis psikoterapi
mempunyai arti sederhana, yakni “psyche” yang artinya jelas yaitu “mind” atau
sederhananya: jiwa dan “therapy” mengasuh, sehingga psikoterapi dalam arti
sempitnya adalah “perawatan terhadap aspek kejiwaan” seseorang.
Menurut
Watson & Morse (1977) Psikoterapi adalah Bentuk khusus dari interaksi
antara dua orang, pasien dan terapis, pada mana pasien memulai interaksi karena
ia mencari bantuan psikologik dan terapis menyusun interaksi dengan
mempergunakan dasar psikologik untuk membantu pasien meningkatkan kemampuan
mengendalikan diri dalam kehidupannya dengan mengubah pikiran, perasaan dan
tindakannya,
- · Terapi Psikoanalisis.
Psikoanalisis
adalah sebuah model perkembangan kepribadian, filsafat tentang sifat manusia
dan metode psikoterapi. Psikoanalisis berasal dari uraian tokoh psikoanalisa
yaitu Sigmund Freud yang mengatakan bahwa gejala neurotic pada seseorang timbul
karena tertahannya ketegangan emosi yang ada, ketegangan yang ada kaitannya
dengan ingatan yang ditekan, ingatan mengenai hal-hal yang traumatic dari pengalaman
seksual pada masa kecil. Selain itu, Freud juga mengatakan bahwa perilaku
manusia ditentukan oleh kekuatan irasional yang tidak disadari dari dorongan
biologis dan dorongan naluri psikoseksual tertentu pada masa lima tahun pertama
dalam kehidupannya.
Freud
menjadi sorotan banyak kalangan ketika dia menguraikan seluk beluk seksualitas
manusia. Freud menyangkal bahwa dorongan seksual tidak berawal pada masa
pubertas namun sedari bayi, dan seksual pun menjadi penggerak dalam keseharian
manusia. Menurut Sigmund Freud perkembangan psikoseksual ditandai dengan
beberapa tahapan dengan zona kesenangan yang dominan pada waktu tertentu
Freud
adalah teoritisi pertama yang memusatkan perhatiannya kepada perkembangan
kepribadian dan menekankan pentingnya peran masa bayi dan awal-anak dalam
membentuk karakter seseorang. Freud yakin bahwa struktur dasar kepribadian
sudah terbentuk pada usia 5 tahun dan perkembangan kepribadian sesudah usia 5
tahun sebagian besar hanya merupakan elaborasi dari struktur dasar tadi.
Freud
membagi perkembangan kepribadian menjadi 3 tahapan yakni tahap infatil (0
- 5 tahun), tahap laten (5 - 12 than) dan tahap genital (>
12 tahun). Tahap infatil yang faling menentukan dalam membentuk kepribadin,
terbagi menjadi 3 fase, yakni fase oral, fase anal, danfase falis. Perkembangan
kepribadian ditentukan oleh perkembangan insting seks, yang terkait dengan
perkembangan bilogis, sehingga tahap ini disebut juga tahap seksual infatil.
Perkembangan insting seks berarti perubahan kateksis seks dan perkembangan
bilogis menyiapkan bagian tubuh untuk dipilh menjadi pusat kepuasan seksul
(arogenus zone).
A. Tahap Infantil
Pemberian nama
fase-fase perkembangan infatil sesuai dengan bagian tubuh – daerah erogen –
yang menjadi kateksis seksual pada fase itu. Yang menjadi fase dalam tahapan
ini adalahfase oral yang berlangsung dari 0 sampai umur satu tahun dan fase
anal yang berlangsung dari umur satu tahun hingga usia 3 tahun serta fase
falic yang berlangsung dari usia 3 tahun hingga berumur 5 atau 6 tahun.
B. Tahap Laten
Pada tahap laten,
impuls seksual mengalami represi, perhatian anak banyak tercurah kepada
pengembangan kognitif dan keterampilan.
C. Tahap Genital
Baru sesudah memasuki
tahap ini (genital), secara biologis terjadi perkembangan pubertas yang
membangunkan impuls seksual dari represinya untuk berkembang mencapai
kemasakan. Pada umumnya kemasakan kepribadian dapat dicapai pada usia 20
tahun
Fase – Fase Perkembangan
1. Fase Oral (usia
0 – 1 tahun)
Pada
fase ini mulut merupakan daerah pokok aktivitas dinamik atau daerah kepuasan
seksual yang dipilih oleh insting seksual. Makan/minum menjadi sumber
kenikmatannya. Kenikmatan atau kepuasan diperoleh dari ransangan terhadap
bibir-rongga mulut-kerongkongan, tingkah laku menggigit dan menguyah (sesudah
gigi tumbuh), serta menelan dan memuntahkan makanan (kalau makanan tidak
memuaskan). Kenikmatan yang diperoleh dari aktivitas menyuap/menelan (oral
incorforation) dan menggigit (oral agression) dipandang sebagai prototip dari
bermacam sifat pada masa yang akan datang. Kepuasan yang berlebihan pada masa
oral akan membentuk oran incorporation personality pada masa dewasa,
yakni orang menjadi senang/fiksasi mengumpulkan pengetahuan atau mengumpulkan
harta benda, atau gampang ditipu (mudah menelan perkataan orang lain).
Sebaliknya, ketidakpuasan pada fase oral, sesudah dwasa orang menjadi tidak
pernah puas, tamak (memakan apa saja) dalam mengumpulkan harta.
Oral
agression personality ditandai oleh kesenangan berdebat dan sikap
sarkatik, bersumber dari sikap protes bayi (menggigit) terhadap perlakuan
ibunya dalam menyusui. Mulut sebagai daerah erogen, terbawa sampai dewasa dalam
bentuk yang lebih bervariasi, mulai dari menguyah permen karet, menggigit
pensil, senang makan, menisap rokok, menggunjing orang lain, sampai
berkata-kata kotor/sarkastik. Tahap ini secara khusus ditandai oleh
berkembangnya perasaan ketergantungan, mendapat perindungan dari orang lain,
khususnya ibu. Perasaan tergantung ini pada tingkat tertentu tetap ada dalam
diri setiap orang, muncul kapan saja ketika orang merasa cemas dan tidak aman
pada masa yang akan datang.
2. Fase Anal (usia
1 – 3 tahun)
Pada
fase ini dubur merupakan daerah pokok ktivitas dinamik, kateksis dan anti
kateksis berpusat pada fungsi eliminer (pembuangan kotoran). Mengeluarkan
faces menghilangkan perasaan tekanan yang tidak menyenangkan dari akumulasi
sisa makanan. Sepanjang tahap anal, ltihan defakasi (toilet training) memaksa
nak untuk belajar menunda kepuasan bebas dari tegangan anal. Freud yakin toilet
training adalah bentuk mulaidari belajar memuaskan id dan superego sekaligus,
kebutuhan id dalam bentuk kenikmatan sesudah defakasi dan kebutuhan superego
dalam bentuk hambatan sosial atau tuntutan sosial untuk mengontrol kebutuhan
defakasi. Semua hambatan bentuk kontrol diri (self control) dan
penguasaan diri (self mastery).
Berasal
dari fase anal, dampak toilet training terhadap kepribadian di masa depan
tergantung kepada sikap dan metode orang tua dalam melatih. Misalnya, jika ibu
terlalu keras, anak akan menahan facesnya dan mengalami sembelit. Ini adalah
prototip tingkahlaku keras kepala dan kikir (anal retentiveness
personality). Sebaliknya ibu yang membiarkan anak tanpa toilet training, akan
membuat anak bebas melampiaskan tegangannya dengan mengelurkan kotoran di
tempat dan waktu yang tidak tepat, yang di masa mendatang muncul sebagai sifat
ketidakteraturan/jorok, deskruktif, semaunya sendiri, atau kekerasa/kekejaman (anal
exspulsiveness personality). Apabila ibu bersifat membimbing dengan kasih
sayang (dan pujian kalau anak defakasi secara teratur), anak mendapat
pengertian bahwa mengeluarkan faces adalah aktivitas yang penting, prototif
dari, sifat kreatif dan produktif.
3. Fase Phallic
(usia 3 – 5/6 tahun)
Pada
fase ini alat kelamin merupakan daerah erogen terpenting. Mastrubasi
menimbulkan kenikmatan yang besar. Pada saat yang sama terjadi peningkatan
gairah seksual anak kepada orang tuanya yang mengawali berbagai perganian
kateksis obyek yang penting. Perkembangan terpenting pada masa ini adalah
timbulnya Oedipus complex, yang diikuti fenomena castration anxiey (pada
laki-laki) dan penis envy (pada perempuan).
Odipus
kompleks adalah kateksis obyek kepada orang tua yang berlawanan jenis serta
permusuhan terhadap orang tua sejenis. Anak laki-laki ingin memiliki ibunya dan
menyingkirkan ayahnya; sebaliknya anak perempuan ingin memilki ayahnya dan
menyingkirkan ibunya.
Pada
mulanya, anak (laki dan perempuan) sama-sama mencintai ibuny yang telah
memenuhi kebutuhan mereka dan memandang ayah sebagai saingan dalam merebut
kasih sayang ibu. Pada anak laki-laki, persaingan dengan ayah berakibat anak
cemas kalau-kalau ayah memakai kekuasaannya untuk memenangkan persaingan
merebut ibunya. Dia cemas penisnya akan dipotong oleh ayahnya. Gejala ini
disebut cemas dikebiri atau castrationanxiety. Kecemasan inilah yang kemudian
mendorong laki-laki mengidentifikasi iri dengan ayahnya. Identifikasi ini
mempunyai beberpa manfaat:
1. anak secara
tidak langsung memperoleh kepuasan impuls seksual kepada ibunya, seperti
kepuasan ayahnya.
2. perasaan erotik
kepada ibu 9yang berbahaya) diubah menjadi sikap menurut/sayang kepada ibu.
3. identifikasi
kemudian menjadi sarana tepenting untuk mengembangkan superego adalah warisan
dari oedipus complex.
4. identifikasi
menjadi ritual akhir dari odipus kompleks, yang sesudah itu ditekan(repressed)
ke ketidaksadaran.
Pada
anak perempuan, rasa sayang kepada ibu segera berubah menjadi kecewa dan benci
sesudah mengetahui kelaminnya berbeda dengan anak laki-laki. Ibuya dianggap
bertanggung jawab tergadap kastrasi kela innya, sehingga anak perempuan itu
mentransfer cintanya kepada ayahnya yang memiliki organ berharga (yang juga
ingin dimilikinya). Tetapi perasaan cinta itu bercampur dengan perasan iri
penis (penis elvy) baik kepada ayah maupun kepada laki-laki secara umum.
Tidak
seperti pada laki-laki, odipuskompleks pada wanita tidak direpres, cinta kepada
ayah tetap menetap walaupun mengalami modifikasi karena hambatan realistik
pemuasan seksual itu sendiri. Perbedaan hakekat odipus kompleks pada laki-laki
dan wanita ini (disebut oleh pakar psikoanalisis pengikut freud : electra
complex) merupakan dasar dari perbedaan psikologik di antara pria dan wanita.
Electra complex menjadi reda ketika gadis menyerah tidak lagi mengembangkan
seksual kepad ayahnya, dan mengidentifikasikan diri kembali kepada ibunya. Proses
peredaan ini berjalan lebih lambat dibanding pada anak laki-laki dan juga
kurang total atau sempurna. Enerji untuk mengembangkan superego adalah enerji
yang semula dipakai dalam proses odipus. Penyerahan enerji yang lamban pada
wanita membuat superego wanita lebih lemah/lunak, lebih fleksibel, dibanding
superego laki-laki. Perbadinganantara odipus kompleks laki-laki dan
perempuan, diikhtisarkan pada tabel dibawah.
4. Fase Latent
(usia 5/6 – 12/13 tahun)
Dari
usia 5 atau 6 tahun sampai remaja, anak mngalami periode perbedaan impuls
seksual, disebut periode laten. Menurut Freud, penurunan minat seksual itu
akibat dari tidak adanya daerah erogen baru yang dimunculkan oleh perkembangan
biologis. Jadi fase laten lebih sebagai fenomena biologis, alih-lih bgian
dari perkembangan psikoseksual. Pada fase laten ini anak mengembangkan
kemampuan sublimasi, yakni mengganti kepuasanlibido dengan kepuasan nonseksual,
khususnya bidang intelektual, atletik, keterampilan dan hubungan teman sebaya.
Fase laten juga ditandai dengan percepatan pembentukan super ego; orang tua
bekerjasama dengan anak berusaha merepres impuls seks agar enerji dapat
dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk sublimasi dan pembentukan superego. Anak
menadi lebih mudah mmpelajari sesuatu dibandingkan dengan masa sebelum da
sesudahnya (masa pubertas).
Anak Laki-laki
Identifikasi/mencintai
ibu
Benci ayah yang
menjadi saingan
Cemas dikebiri
Identiikasi kepada
ayah
Oedipus berhenti
seketika
Superego berkembang
kuat
|
Anak Laki-laki
Identifikasi/mencintai
ibu
Fenis envy
Benci ibu – cinta
kepada ayah
Identiikasi kepada
ibu
Oedipus kompleks
berhenti secara teratur
Superego berkembang
lemah
|
5. Fase Genikal
(usia 12/13 – dewasa)
Fase
ini dimulai dengan perubahan biokimia dan fisiologi dalam diri remaja. Sistem
endoktrin memproduksi hormon-hormon yang memicu pertumbuhan tanda-tanda seksual
sekunder (suara, rambut, buah dada, dll) dan pertumbuhan tandasesual primer. Impuls
pregenital bangun kembali dan membawa aktivitas dinamis yang harus diadaptasi,
untuk mencapai perkembangan kepribadian yang stabl. Pada fase falis, kateksis
genital mempunyai sifat narkistik; individu mempunyai kepuasan dari
perangsangan dan manipulasi tubuhnya sendiri, dan orang lain diingkan hanya
karena memberikan bentuk-bentuk tambahan dari kenikmatan jasmaniah. Pada fase
genital, impuls seks itu mulai disalurkan ke obyek di luar, seperti;
berpartisipasi dalam kegiatan kelompok, menyiapkan karir, cinta lain jenis,
perkawinan dan keluarga. Terjadi perubahan dari anak yang narkistik
menjadi dewasa yang berorientasi sosial, realistik dan altruistik.
Fase
genital berlanjut sampai orang tutup usia, dimana puncak perkembangan seksual
dicapai ketika orang dewasa mengalami kemasakan kepibadian. Ini ditandai dengan
kemasaka tanggung jawab seksual sekaligus tanggung jawab sosial, mengalami
kepuasan melalui hubungan cinta heteroseksual tanpa diikuti dengan perasaan
berdosa atau perasaan bersalah. Pemasan impuls libido melalui hubungan seksual
memungkinkan kontrol fisiologis terhadap impuls genital itu; sehinggaakan
membebaskan begitu banyak energi psikis yang semula dipakai untuk mengontrol
libido, merepres perasaan berdosa, dan dipakai dalam konflik antara
id-ego-superego dalam menagani libido itu. Enerji itulah yang kemudian dipakai
untuk aktif menangani masalah-masalah kehidupan dewasa; belajar bekerja,
menunda kepuasan, menjadi lebih bertanggung jawab. Penyaluran kebutuhan insting
ke obyek di luar yang altruistik itu telah menjadi cukup stabil, dalam bentuk
kebiasaan-kebiasaan melakukan pemindahan-pemindahan,sublimasi-sublimasi dan
identifikasi-identifikasi. Berikut beberapa gambaran tingkah laku dewasa yang
masak, ditinjau dari dinamika kepribadian Freud:
1. Menunda
kepuasan: dilakukan karena obyek pemuas yang belum tersedia, tetapi lebih
sebagai upaya memperoleh tingkat kepuasan yang lebih besar pada masa yang akan
datang.
2. Tanggung jawab:
kontrol tingkah laku dilakukan oleh superego berlangsung efektif, tidak lagi
harus mendapat bantuan kontrol dari lingkungan.
3. Pemindahan/sulimasi:
mengganti kepuasan seksual menjadi kepuasan dalam bidang seni, budaya dan
keindahan.
4. Identifikasi
memiliki tujuan-tujuan kelompok, terlibat dalam organisasi sosial, politi dan
kehidupan sosial yang harmonis.
Sehingga
psikoseksual dalam pikoterapi psikoalisis sangat berperan penting dalam
menentukan pembentukan kepribadian yang sehat dan tidak sehat. Tahapan
psikoseksual memprestasikan suatu kebutuhan seksual yang menonjol pada setiap
perkembangan, jadi jika hambatan yang terjadi pada proses pemenuhan kebutuhan
seksual pada setiap tahap akan berpotensi gangguan perilaku pada dewasa.
REFERENSI :
Alwisol. (2010). Psikologi
kepribadian. Malang: UMM Press
Pizaro. (2008). Teori
seksualitas sigmund freud tentang kepribadian: psikopatologi dan kritik
psikologi islami (Skripsi). Jakarta: Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
psikologi islami (Skripsi). Jakarta: Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
https://nerys2.wordpress.com/teori-kepribadian-psikoanalisa/
(Diakses 30 April 2017, pukul 6:38 WIB)
http://modul.mercubuana.ac.id/files/pbael/pbaelmercubuanaacid/Modul%20Backlink/Modul%20Genap%202011-2012/Fakultas%20Psikologi/Fadillah%20-%20Psikologi%20Perkembangan%201/ModulPsikologiPerkembanganIGP1112TM6.pdf
(Diakses 30 April 2017, pukul 6:38 WIB)
http://www.psychoshare.com/file-149/psikologi-kepribadian/sigmund-freud-teori-kepribadian-psikoanalisa.html
(Diakses 30 April 2017, pukul 6:38 WIB)
http://www.psychologymania.net/2010/04/tahap-tahap-perkembangan-kepribadian.html
(Diakses 30 April 2017, pukul 6:38 WIB)