TUGAS KE 3
Nama kelompok :
Anggrefhia Parera (11514250)
Diani Alifia Putri (13514022)
Fuad Hababa (1451400)
Natasya A.Zega (17514831)
Nuke Noviana (18514116)
Nurmalasari (18514233)
Putri Nurul (18514619)
Venta Oktaviani (1A514990)
Fajri
HUBUNGAN INTERPERSONAL
Hubungan
interpersonal adalah suatu kondisi atau keadaan bagaimana cara kita
mengenali diri kita terhadap lingkungan sekitar, apakah kita sudah mengetahui
siapa diri kita dan apa hal yang terbaik yang prenah kita lakukan. Contoh orang
yang tidak memiliki interpersonal yaitu gampang emosi, marah yang meledak ledak
dan mudah putus asa atau tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan yang dapat
merubahnya lebih baik. Orang yang mempunyai banyak teman dan dapat menjadi
orang yang fleksibel adalah orang yang mampu membaca situasi disekitarnya dan
dapat beradaptasi dengan lingkungan. Tapi ada definisi lain berdasarkan sumber yang tepat dan benar tentang
hubungan interpersonal. Hubungan
interpersonal adalah dimana ketika kita berkomunikasi kita bukan sekedar
menyampaikan isi pesan tetapi juga menentukan kadar hubungan interpersonalnya.
Jadi ketika kita berkomunikasi kita tidak hanya menentukan content melainkan
juga menentukan relationship.
A. Hubungan interpersonal mempunyai 4 model yang diantaranya meliputi :
1. Model pertukaran sosial (social exchange model).
Hubungan interpersonal diidentikan dengan suatu
transaksi dagang. Orang berinteraksi karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi
kebutuhannya. Artinya dalam hubungan tersebut akan menghasilkan ganjaran
(akibat positif) atau biaya (akibat negatif) serta hasil / laba (ganjaran
dikurangi biaya).
2. Model peranan (role model).
Hubungan interpersonal diartikan
sebagai panggung sandiwara. Disini setiap orang memainkan peranannya sesuai
naskah yang dibuat masyarakat. Hubungan akan dianggap baik bila individu
bertindak sesuai ekspetasi peranan (role expectation), tuntutan peranan (role
demands), memiliki ketrampilan (role skills) dan terhindar dari konflik
peranan. Ekspetasi peranan mengacu pada kewajiban, tugas dan yang berkaitan
dengan posisi tertentu, sedang tuntutan peranan adalah desakan sosial akan
peran yang harus dijalankan. Sementara itu ketrampilan peranan
adalah kemampuan memainkan peranan tertentu.
3. Model permainan (games people play
model).
Model menggunakan pendekatan
analisis transaksional. Model ini menerangkan bahwa dalam berhubungan
individu-individu terlibat dalam bermacam permaianan. Kepribadian dasar dalam
permainan ini dibagi dalam 3 bagian yaitu :
a) Kepribadian
orang tua (aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan perilaku yang diterima dari
orang tua atau yang dianggap sebagi orang tua).
b) Kepribadian
orang dewasa (bagian kepribadian yang mengolah informasi secara rasional).
c) Kepribadian
anak (kepribadian yang diambil dari perasaan dan pengalaman kanak-kanak yang
mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas dan kesenangan).
4. Model Interaksional (interacsional model).
Model ini memandang hubungann interpersonal sebagai
suatu sistem . Setiap sistem memiliki sifat struktural, integratif dan medan.
Secara singkat model ini menggabungkan model pertukaran, peranan dan permainan.
B. Pembentukan kesan dan
Ketertarikan Interpersonal dalam memulai hubungan.
Adapun tahap-tahap dalam hubungan interpersonal
yakni meliputi :
1.
Pembentukan.
Tahap ini sering disebut juga dengan tahap
perkenalan. Beberapa peneliti telah menemukan hal-hal menarik dari proses
perkenalan. Fase pertama, “fase kontak yang permulaan”, ditandai oleh usaha
kedua belah pihak untuk menangkap informasi dari reaksi kawannya. Masing-masing
pihak berusaha menggali secepatnya identitas, sikap dan nilai pihak yang lain.
Bila mereka merasa ada kesamaan, mulailah dilakukan proses mengungkapkan diri.
Pada tahap ini informasi yang dicari meliputi data demografis, usia, pekerjaan,
tempat tinggal, keadaan keluarga dan sebagainya.
Menurut Charles R. Berger informasi pada tahap
perkenalan dapat dikelompokkan pada tujuh kategori, yaitu:
a)
informasi
demografis.
b)
sikap dan
pendapat (tentang orang atau objek).
c)
rencana yang
akan datang.
d)
kepribadian.
e)
perilaku pada
masa lalu.
f)
orang lain
serta,
g)
hobi dan minat.
2.
Peneguhan Hubungan.
Hubungan interpersonal tidaklah bersifat statis,
tetapi selalu berubah. Untuk memelihara dan memperteguh hubungan interpersonal,
diperlukan tindakan-tindakan tertentu untuk mengembalikan keseimbangan. Ada
empat faktor penting dalam memelihara keseimbangan ini, yaitu:
a) keakraban (pemenuhan kebutuhan akan kasih sayang antara
komunikan dan komunikator).
b) Kontrol (kesepakatan antara kedua belah pihak yang
melakukan komunikasi dan menentukan siapakah yang lebih dominan didalam
komunikasi tersebut).
c) respon yang tepat (feedback atau umpan balik yang akan terima jangan
sampai komunikator salah memberikan informasi sehingga komunikan tidak mampu
memberikan feedback yang tepat).
d) nada emosional yang tepat (keserasian suasana emosi saat komunikasi
sedang berlangsung).
C.
Model Peran, konflik adequacy
peran serta auntensitas dalam hubungan peran.
Menganggap hubungan interpersonal sebagai panggung
sandiwara. Disini setiap orang harus memerankan peranannya sesuai dengan naskah
yang telah dibuat oleh masyarakat. Hubungan interpersonal berkembang baik bila
setiap individu bertindak sesuai dengan peranannya.
Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai
suatu sistem. Setiap sistem memiliki sifat-sifat strukural, integratif dan
medan. Semua sistem terdiri dari subsistem-subsistem yang saling tergantung dan
bertindak bersama sebagai suatu kesatuan. Pemutusan Hubungan Menurut R.D. Nye
dalam bukunya yang berjudul Conflict Among
Humans, setidaknya ada lima sumber konflik yang dapat menyebabkan
pemutusan hubungan, yaitu:
a) Kompetisi, dimana salah satu pihak berusaha memperoleh sesuatu dengan mengorbankan
orang lain. Misalnya, menunjukkan kelebihan dalam bidang tertentu dengan
merendahkan orang lain.
b) Dominasi, dimana salah
satu pihak berusaha mengendalikan pihak lainsehingga orang tersebut merasakan
hak-haknya dilanggar.
c) Kegagalan, dimana masing-masing berusaha menyalahkan yang lain apabila tujuan
bersama tidak tercapai.
d) Provokasi, dimana salah
satu pihak terus-menerus berbuat sesuatu yang ia ketahui menyinggung perasaan
yang lain.
e) Perbedaan
nilai, dimana kedua pihak tidak sepakat tentang nilai-nilai yang mereka anut.
- Jenis Hubungan Interpersonal.
Terdapat
beberapa jenis hubungan interpersonal, yaitu :
a) Berdasarkan jumlah individu yang
terlibat.
1. Hubungan diad.
Hubungan atara dua individu. Kebanyakan hubungan kita dengan orang lain bersifat
diadik. William Wilmot mengemukakan beberapa ciri khas hubungan diad, dimana
setiap hubungan diad memiliki tujuan khusus, individu dalam hubungan diad
menampilkan wajah yang berbeda dengan‘wajah’yang ditampilkannya dalam hubungan
diad yang lain, dan pada hubungan diad berkembang pola komunikasi (termasuk
pola berbahasa) yang unik/ khas yang akan membedakan hubungan tersebut dengan
hubungan diad yang lain.
2. Hubungan Triad.
Hubungan antara tiga orang. Hubungan triad ini memiliki ciri lebih kompleks,
tingkat keintiman/ kedekatan anatar individu lebih rendah, dan keputusan yang
diambil lebih didasarkan voting atau suara terbanyak (dalam hubungan diad,
keputusan diambil melalui negosiasi).
b) Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai.
1. Hubungan tugas.
Merupakan sebuah hubungan yang terbentuk karena tujuan menyelesaikan sesuatu
yang tidak dokter, hubungan mahasiswa dalam kelompok untuk mengerjakan tugas,
dan lain-lain.
2. Hubungan Sosial.
Merupakan hubungan yang tidak terbentuk dengan tujuan untuk menyelesaikan
sesuatu. Hubungan ini terbentuk (baik secara personal dan sosial). Sebagai
contoh adalah hubungan dua sahabat dekat, hubungan dua orang kenalan saat makan
siang dan sebagianya.
c) Berdasarkan jangka waktu.
1. Hubungan jangka pendek.
Merupakan hubungan yang hanya berlangsung sebentar.
Misalnya hubungan antara dua orang
yang saling menyapa ketika bertemu di jalan.
2. Hubungan jangka panjang.
Berlangsung dalam waktu yang lama. Semakin lama suatu hubungan semakin
banyak investasi yang ditanam didalamnya (misalnya berupa emosi atau perasaaan,
materi, waktu, komitmen dan sebagainya).
d) Berdasarkan tingkat kedalaman atau
keintiman.
kedalaman atau keintiman, yaitu hubungan biasa dan
hubungan akrab atau intim. Hubungan biasa merupakan hubungan yang sama sekali
tidak dalam atau impersonal atau ritual. Sedangkan hubungan akrab atau intim
ditandai dengan penyingkapan diri (self-disclosure).
Faktor Yang Mempengaruhi Hubungan Interpersonal
Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi hubungan
interpersonal, yaitu :
a) Komunikasi efektif.
b) Ekspresi wajah.
c) Kepribadian.
d) Stereotyping.
e) Daya tarik.
f)
Ganjaran.
g) Kompetensi.
D.
Intimasi dan Hubungan Pribadi.
P Pendapat
beberapa ahli mengenai intimasi, di antara lain yaitu :
a) Shadily dan
Echols (1990) mengartikan intimasi sebagai kelekatan yang kuat yang didasarkan oleh
saling percaya dan kekeluargaan.
b) Sullivan
(Prager, 1995) mendefinisikan intimasi sebagai bentuk tingkah laku penyesuaian seseorang
untuk mengekspresikan akan kebutuhannya terhadap orang lain.
c)
Steinberg
(1993) berpendapat bahwa suatu hubungan intim adalah sebuah ikatan emosional
antara dua individu yang didasari oleh kesejahteraan satu sama lain, keinginan
untuk memperlihatkan pribadi masing-masing yang terkadang lebih bersifat
sensitif serta saling berbagi kegemaran dan aktivitas yang sama.
d) Levinger &
Snoek (Brernstein dkk, 1988) merupakan suatu bentuk hubungan
yang berkembang dari suatu hubungan yang bersifat timbal balik antara dua
individu. Keduanya saling berbagi pengalaman dan informasi, bukan saja pada
hal-hal yang berkaitan dengan fakta-fakta umum yang terjadi di sekeliling mereka,
tetapi lebih bersifat pribadi seperti berbagi pengalaman hidup,
keyakinan-keyakinan, pilihan-pilihan, tujuan dan filosofi dalam hidup. Pada
tahap ini akan terbentuk perasaan atau keinginan untuk menyayangi,
memperdulikan, dan merasa bertangung jawab terhadap hal-hal tertentu yang
terjadi pada orang yang dekat dengannya.
e) Atwater (1983) mengemukakan bahwa intimasi mengarah pada suatu hubungan yang bersifat
informal, hubungan kehangatan antara dua orang yang diakibatkan oleh persatuan
yang lama. Intimasi mengarah pada keterbukaan pribadi dengan orang lain, saling
berbagi pikiran dan perasaan mereka yangterdalam. Intimasi semacam ini
membutuhkan komunikasi yang penuh makna untuk mengetahui dengan pasti apa yang
dibagi bersama dan memperkuat ikatan yang telah terjalin. Hal tersebut dapat
terwujud melalui saling berbagi dan membuka diri, saling menerima dan
menghormati, serta kemampuan untuk merespon kebutuhan orang lain (Harvey dan
Omarzu dalam Papalia dkk, 2001).
E. Intimasi dan pertumbuhan
Apapun alasan untuk berpacaran, untuk bertumbuh dalam
keintiman, yang terutama adalah cinta. Keintiman tidak akan bertumbuh jika
tidak ada cinta . Keintiman berarti proses menyatakan siapa kita sesungguhnya
kepada orang lain. Keintiman adalah kebebasan menjadi diri sendiri. Keintiman
berarti proses membuka topeng kita kepada pasangan kita. Bagaikan menguliti
lapisan demi lapisan bawang, kita pun menunjukkan lapisan demi lapisan
kehidupan kita secara utuh kepada pasangan kita.
Keinginan setiap pasangan adalah menjadi intim. Kita
ingin diterima, dihargai, dihormati, dianggap berharga oleh pasangan kita. Kita
menginginkan hubungan kita menjadi tempat ternyaman bagi kita ketika kita
berbeban. Tempat dimana belas kasihan dan dukungan ada didalamnya. Namun, respon
alami kita adalah penolakan untuk bisa terbuka terhadap pasangan kita. Hal ini
dapat disebabkan karena :
(1) kita tidak mengenal dan tidak menerima siapa diri
kita secara utuh.
(2) kita tidak
menyadari bahwa hubungan pacaran adalah persiapan memasuki pernikahan.
(3) kita tidak percaya pasangan kita sebagai orang
yang dapat dipercaya untuk memegang rahasia.
(4) kita dibentuk menjadi orang yang berkepribadian
tertutup.
(5) kita memulai pacaran bukan dengan cinta yang tulus
.
CINTA
DAN PERKAWINAN
A. Memilih Pasangan
Dalam
memilih pasangan hidup, baik bagi laki-laki maupun perempuan keduanya memiliki
hak untuk memilih yang paling tepat sebagai pasangannya. Maka dari itu harus
benar-benar diperhitungkan ketika memilih pasangan yang baik. Bila ingin pintar,
seseorang harus rajin belajar, bila ingin kaya seseorang harus berhemat, begitu
pula tentang pasangan hidup. Bila menginginkan pasangan hidup yang baik maka
kita juga harus baik.
Tidak
ada sesuatu di dunia ini yang dapat dengan mudah kita peroleh tanpa adanya
pengorbanan. Segala sesuatu ada harga-nya termasuk bila ingin mendapatkan
pasangan hidup yang baik. Ya, dimulai dari diri sendiri. Bila kita bercita-cita
untuk mendapatkan pasangan hidup yang baik, maka kita sendiri harus baik.
Percayalah, Tuhan telah memasangkan manusia sesuai dengan karakter dan derajat
mereka masing-masing. Manusia yang baik hanyalah untuk manusia yang baik pula,
begitu pula sebaliknya.
Julianto
Simanjuntak dalam bukunya, menekankan bahwa dalam memilih pasangan harus
ada kesepadanan alias kecocokan. Karena ketika pada awal-awal berpacaran,
kita sering lupa mengenali kepribadian dan latar belakang pasangan. Jadi, cinta
itu bukan hanya sekedar mencintai atau dicintai. Tapi juga dituntut memahami
latar belakang dan kepribadian pasangan anda dengan sepenuhi hati.
B.
Hubungan Dalam Perkawinan
Dawn
J. Lipthrott, LCSW, seorang psikoterapis dan juga marriage and
relationship educator and coach, mengatakan bahwa ada lima tahap
perkembangan dalam kehidupan perkawinan, yaitu :
Tahap
pertama : Romantic Love
Tahap
ini adalah saat Anda dan pasangan merasakan gelora cinta yang menggebu-gebu.
Ini terjadi di saat bulan madu pernikahan. Anda dan pasangan pada tahap ini
selalu melakukan kegiatan bersama-sama dalam situasi romantis dan penuh cinta.
Tahap
kedua : Dissapointment or Distress
Masih
menurut Dawn, di tahap ini pasangan suami istri kerap saling menyalahkan,
memiliki rasa marah dan kecewa pada pasangan, berusaha menang atau lebih benar
dari pasangannya. Terkadang salah satu dari pasangan yang mengalami hal ini
berusaha untuk mengalihkan perasaan stres yang memuncak dengan menjalin
hubungan dengan orang lain, mencurahkan perhatian ke pekerjaan, anak atau hal
lain sepanjang sesuai dengan minat dan kebutuhan masing-masing. Menurut Dawn tahapan
ini bisa membawa pasangan suami-istri ke situasi yang tak tertahankan lagi
terhadap hubungan dengan pasangannya. Banyak pasangan di tahap ini
memilih berpisah dengan pasangannya.
Tahap
ketiga : Knowledge and Awareness
Dawn
mengungkapkan bahwa pasangan suami istri yang sampai pada tahap ini akan lebih
memahami bagaimana posisi dan diri pasangannya. Pasangan ini juga sibuk
menggali informasi tentang bagaimana kebahagiaan pernikahan itu terjadi.
Menurut Dawn juga, pasangan yang sampai di tahap ini biasanya senang untuk
meminta kiat-kiat kebahagiaan rumah tangga kepada pasangan lain yang lebih tua
atau mengikuti seminar-seminar dan konsultasi perkawinan.
Tahap
keempat: Transformation
Suami
istri di tahap ini akan mencoba tingkah laku yang berkenan di hati
pasangannya. Anda akan membuktikan untuk menjadi pasangan yang tepat bagi
pasangan Anda. Dalam tahap ini sudah berkembang sebuah pemahaman yang
menyeluruh antara Anda dan pasangan dalam mensikapi perbedaan yang terjadi.
Saat itu, Anda dan pasangan akan saling menunjukkan penghargaan, empati dan
ketulusan untuk mengembangkan kehidupan perkawinan yang nyaman dan tentram.
Tahap
kelima: Real Love
Psikoterapis
ini menjelaskan pula bahwa waktu yang dimiliki oleh pasangan suami istri seolah
digunakan untuk saling memberikan perhatian satu sama lain. Suami dan istri
semakin menghayati cinta kasih pasangannya sebagai realitas yang menetap. “Real
love sangatlah mungkin untuk Anda dan pasangan jika Anda berdua memiliki
keinginan untuk mewujudkannya. Real love tidak bisa terjadi dengan sendirinya
tanpa adanya usaha Anda berdua,” ingat Dawn.
Hubungan
dalam pernikahan bisa berkembang dalam tahapan yang bisa diduga sebelumnya.
Namun perubahan dari satu tahap ke tahap berikut memang tidak terjadi secara
mencolok dan tak memiliki patokan batas waktu yang pasti. Bisa jadi
antara pasangan suami-istri, yang satu dengan yang lain, memiliki waktu berbeda
saat menghadapi dan melalui tahapannya.
C.
Penyesuaian dan Pertumbuhan dalam
Perkawinan
Hirning
dan Hirning (1956) mengatakan bahwa penyesuaian perkawinan itu lebihkompleks
dibandingkan yang terlihat. Dua orang memasuki perkawinan harus menyesuaikan
satu sama lain dengan tingkatan yang berbeda-beda. Untuk tingkat organismik
mereka harus menyesuaikan diri dengan sensori, motor, emosional dan kapasitas
intelektual dan kebutuhan. Untuk tingkat kepribadian, masing-masing mereka
harus menyesuaikan diri dengan kebiasaan, keterampilan, sikap, ketertarikan,
nilai-nilai, sifat, konsep ego, dan kepercayaan. Pasangan juga harus menyesuaikan
dengan lingkungan mereka, termasuk rumah tangga yang baru, anak-anak, sanak
keluarga, teman, dan pekerjaan.
Lasswell
dan Lasswell (1987) mengatakan bahwa konsep dari penyesuaianperkawinan adalah
bahwa dua individu belajar untuk saling mengakomodasikan kebutuhan, keinginan,
dan harapan.
Dari
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penyesuaian perkawinan adalah dua orang
memasuki tahap perkawinan dan mulai membiasakan diri dengan situasi baru
sebagai suami istri yang saling menyesuaikan dengan kepribadian,
lingkungan,kehidupan keluarga, dan saling mengakomodasikan kebutuhan, keinginan
dan harapan.
Banyak
faktor sosial dan demografis yang ditemukan memiliki hubungan dengan
penyesuaian perkawinan (Dyer, 1983). Berikut ini beberapa hal yang mempengaruhi
penyesuaian perkawinan :
· Usia
Udry
dan Schoen (dalam Dyer, 1983)mengatakan bahwa penyesuaian pekawinan rendah
apabila pasangan menikah pada usia yang sangat muda, yaitu laki-laki di bawah
20 tahun dan wanita di bawah 18 tahun. Mereka dihadapkan pada tuntutan dan
beban seputar perkawinan, dimana bisa menyebabkan rasa kecewa, berkecil hati,
dan tidak bahagia. Penelitian juga mengatakan bahwa dalam ketidakmatangan,
cenderung untuk melihat perkawinan dari segi romantismenya dan kurang persiapan
untuk menerima tanggung jawab dari perkawinan tersebut.
Tapi
dalam hal perbedaan usia, penelitian ditemukan tidak terlalu meyakinkan. Ada
penelitian menemukan bahwa akan lebih menguntungkan bagi pasangan yang memiliki
usia yang sama (Locke; Blode & Wolfe, dalam Dyer, 1983), namun pada
penelitian lain juga ditemukan bahwa usia yang berbeda tidak memiliki pengaruh
yang signifikan dalam penyesuaian pekawinan (Udry, Nelson & Nelson, dalam
Dyer, 1983).
· Agama
Hubungan
antara agama dan penyesuaianperkawinan sudah diselidiki sepanjang tahun.
Walaupun begitu, selalu ditemukan hasil yang berbeda-beda dan selalu tidak
konsisten. Terman (dalam Dyer, 1983) menyimpulkan bahwa latar belakang agama
dari pasangan bukan faktor yang berarti dalam kebahagiaan perkawinan. Pada
penelitian pernikahan beda agama (Christensen & Barber; Glenn, dalam Dyer,
1983) ditemukan bahwa pernikahan beda agama antara Katolik, Yahudi, dan
Protestan sedikit kurang bahagia dibandingkan pernikahan dengan agama yang sama
di ketiga agama tersebut.
· Ras
Sejauh
ini tidak ada penelitian khusus penyesuaian perkawinan dimana perkawinan antar
ras sebagai variabelnya. Walaupun ada opini terkenal yang mengatakan bahwa
perkawinan antar ras penuh resiko, sebenarnya secara statistik sangat sedikit yang
mendukung pandangan ini (Udry, dalam Dyer, 1983). Penelitian yang dilakukan
Monahan (dalam Dyer, Universitas Sumatera Utara331983) pada perkawinan antar
ras di Iowa, ditemukan bahwa perkawinan antar kulit hitam dan putih lebih
stabil daripada perkawinan kulit hitam dan hitam; dia juga menemukan bahwa
perkawinan dengan suami kulit hitam dan istri kulit putih memiliki rata-rata
perceraian yang rendah dibandingkan dengan rata-rata perceraian pada perkawinan
kulit putih dan putih.
Dimana
perbedaan sosial dan kultur masih tetap ada dan larangan pada perkawinan antar
ras masih kuat, mereka berusaha untuk tahan menghadapi larangan dan berusaha
kuat untuk menghadapi sangsi yang ada dari kelompok ras mereka masing-masing
· Pendidikan
Data
dari survei nasional mengatakan bahwa pendidikan tidak selamanya menjadi faktor
yang penting dalam penyesuaian perkawinan. Glenn dan Weaver (dalam Dyer, 1983)
menemukan tidak ada hubungan yang signifikan antara lamanya mengecap pendidikan
dengan kebahagiaan perkawinan.
Penelitian
terhadap perbedaan pendidikan pada pasangan dengan penyesuaian perkawinan belum
sepenuhnya jelas, karena ada pendapat yang mengatakan bahwa pasangan dengan
tingkat pendidikan yang sama akan lebih puas dengan perkawinannya dan hasil
penelitian yang lain juga mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara perbedaan
tingkat pendidikan suami istri dengan penyesuaianperkawinan (Terman; Burgess
& Wallin, dalam Dyer, 1983).
· Keluarga Pasangan
Salah
satu hal yang harus dihadapioleh pasangan yang baru menikah adalah bagaimana
mengatasi hubungan selanjutnya dengan orang tua dan sanak saudara setelah
menikah. Beberapa penelitian dalam hal saudara istri atau suami mengindikasikan
bahwa masalah ini lebih mempengaruhi wanita daripada pria (Duvall; Komorovsky,
dalam Dyer, 1983). Ibu mertua dan kakak ipar lebih cenderung sebagai masalah
dalam ketidakcocokan dari pada bapak mertua dan abang ipar. Inti dalam
perselisihan biasanya menyangkut aktifitas dan peran wanita dalam rumah tangga.
D. Perceraian
dan Pernikahan Kembali
Menikah
Kembali setelah perceraian mungkin menjadi keputusan yang membingungkan untuk
diambil. Karena orang akan mencoba untuk menghindari semua kesalahan yang
terjadi dalam perkawinan sebelumnya dan mereka tidak yakin mereka bisa
memperbaiki masalah yang dialami. Mereka biasanya kurang percaya dalam diri
mereka untuk memimpin pernikahan yang berhasil karena kegagalan lama menghantui
mereka dan membuat mereka ragu-ragu untuk mengambil keputusan.Sebagai manusia,
kita memang mempunyai daya tarik atau daya ketertarikan yang tinggi terhadap
hal-hal yang baru. Jadi, semua hal yang telah kita miliki dan nikmati untuk
suatu periode tertentu akan kehilangan daya tariknya.
Penelitian
menunjukan bahwa penduduk lansia Amerika hampir akan berlipat ganda pada tahun
2050, menurut laporan Pew Research. Seperti baby boomer memasuki masa pensiun,
perhatian ada siapa yang akan merawat mereka dengan bertambahnya usia mereka.
Secara tradisional, anak-anak telah menerima tanggung jawab pengasuhan, tapi
peran-peran pengasuhan menjadi kabur karena keluarga lebih banyak terpengaruh
oleh perceraian dan pernikahan kembali dibandingkan dekade sebelumnya. Lawrence
Ganong, seorang profesor dan co-kursi di Departemen MU Pembangunan Manusia dan
Studi Keluarga di Fakultas Ilmu Lingkungan Manusia (HES), mempelajari bagaimana
perceraian dan pernikahan kembali mempengaruhi keyakinan tentang siapa yang
harus merawat kerabat penuaan. Dia menemukan bahwa kualitas hubungan, riwayat
saling membantu, dan keputusan sumber daya mempengaruhi ketersediaan tentang
siapa yang peduli untuk orang tua dan orang tua tiri.
Menikah Kembali setelah perceraian
bisa menjadi kan pengalaman, tinggalkan masa lalu dan berharap untuk masa depan
yang lebih baik lagi dari pernikahan sebelumnya.
E. Alternatif selain Pernikahan
Batasan
usia untuk menikah kini semakin bergeser, apalagi tingkat pendidikan dan
kesibukan meniti karir juga ikut berperan dalam memperpanjang batasan usia
seorang untuk menikah. Keputusan untuk melajang bukan lagi terpaksa, tetapi
merupakan sebuah pilihan. Itulah sebabnya, banyak pria dan perempuan yang
memilih untuk tetap hidup melajang. Alasan yang paling sering dikemukakan oleh
seorang single adalah tidak ingin kebebasannya dikekang. Apalagi jika mereka
telah sekian lama menikmati kebebasan bagaikan burung yang terbang bebas di
angkasa. Jika hendak pergi, tidak perlu meminta ijin dan menganggap pernikahan
akan membelenggu kebebasan. Belum lagi jika mendapatkan pasangan yang sangat
posesif dan cemburu.
Banyak
pria menempatkan pernikahan pada prioritas kesekian, sedangkan karir lebih
mendapat prioritas utama. Dengan hidup melayang, mereka bisa lebih konsentrasi
dan fokus pada pekerjaan, sehingga promosi dan kenaikan jabatan lebih mudah
diperoleh. Biasanya, pelajang lebih bersedia untuk bekerja lembur dan tugas ke
luar kota dalam jangka waktu yang lama, dibandingkan karyawan yang telah
menikah.
Melajang
adalah sebuah sebuah pilihan dan bukan terpaksa, selama pelajang menikmati
hidupnya. Pelajang akan mengakhiri masa lajangnya dengan senang hati jika telah
menemukan seorang yang telah cocok di hati.
Sumber :
http://arsip.uii.ac.id/files/2012/08/05.2-bab-2137.pdf
http://psikologi.or.id/psikologi-umum-pengantar/hubungan-interpersonal.html
http://pemulihanjiwa.com/teori-teori-hubungan-interpersonal-2.htmlhttps://nadjaneruda.wordpress.com/2015/05/03/cinta-dan-perkawinan/